Wakaf, Harta Milik Allah untuk Kemaslahatan Ummat

Tahukah kamu, di tengah gempuran gaya hidup hedonisme, perilaku bisnis yang menghalalkan segala cara demi profit, sifat kapitalis bisnis, ternyata Islam mempunyai konsep ekonomi yang sangat luar biasa? Sebuah konsep, yang tidak membedakan antara kegiatan ekonomi untuk komersial dan sosial.

Bingung dengan maksud konsep itu?

Maksudnya, melakukan kegiatan bisnis yang bertujuan untuk komersial boleh-boleh saja. Ingin mendapatkan keuntungan banyak? Tentu boleh. Tetapi, di saat seseorang ingin melakukan aktivitas bisnis namun fakta di lapangan masyarakat sedang mengalami kesusahan, maka mengubah motif profit menjadi motif sosial itu lebih utama.

Mau contoh lebih lanjut? 

Di zaman Rasulullah, tidak jarang para sahabat yang awalnya mau melakukan bisnis tetapi malah akhirnya menyedekahkan semua barang jualannya untuk berperang atau membantu kaum muslimin yang sedang kesusahan. Padahal sebenarnya jika mereka menjualnya dengan harga tinggi, masyarakat juga masih akan berusaha untuk membelinya. Tapi, para sahabat tidak peduli dan malah memilih untuk memberikan barang tersebut secara cuma-cuma.

Mau contoh yang lebih wow lagi?

Dahulu di Madinah, ada sebuah sumur yang tidak pernah kering kepunyaan seorang Yahudi: Ruma. Pada suatu masa, kondisi kekeringan yang melanda membuat warga Madinah harus antri mengambil air di sumur itu. Gratis? Oh, tentu tidak. Ruma mengharuskan setiap orang yang mengambil air untuk membayarnya.

Rasulullah SAW lalu bertanya, adakah umat muslim yang mau membeli sumur tersebut dengan ganjaran surga? Mendengar hal tersebut, Utsman bin Affan pun segera bernegosiasi dengan Ruma untuk membeli sumur itu. Awalnya Ruma tidak mau. Namun Utsman menawarkan sejumlah uang yang sangat besar untuk memiliki sumur tersebut bergantian dengan Ruma, selang-seling satu hari. Ruma yang merasa hal tersebut menguntungkan pun setuju.

Nah, di hari sumur tersebut milik Utsman, beliau menggratiskan kepada siapapun untuk mengambil air di sana. Alhasil, keesokan harinya tidak ada yang mengambil air karena masyarakat bisa mengambil air secara gratis di hari di mana sumur tersebut menjadi milik Utsman. Ruma yang merasa rugi lalu menjual sisa kepemilikannya kepada Utsman.

Sumur Utsman bin Affan. Sumber: https://lifeinsaudiarabia.net

Dan tahukah kamu, sumur tersebut hingga kini masih ada dan manfaatnya masih terasa. Bahkan sumur tersebut berkembang menjadi perkebunan kurma dan menghasilkan uang hingga saat ini. Tidak hanya itu saja, ada sebuah rekening bernama Utsman bin Affan yang menyimpan kekayaan dari sumur yang telah dibeli 14 abad lalu. Padahal, saat itu Usman bisa saja membeli sumur tersebut dan tetap meminta masyarakat untuk membayar. Tetapi ia lebih memilih untuk berniaga dengan Allah, perniagaan yang memang tidak akan pernah merugi.

Apa yang dilakukan oleh Utsman itulah yang dikenal dengan istilah wakaf. Wakaf berarti berarti menahan atau berhenti. Maksudnya, ketika sebuah harta diwakafkan, harta itu menjadi milik Allah. Dan, harta wakaf itu harus digunakan untuk kemaslahatan bersama serta tidak boleh habis atau berkurang nilainya, atau dengan kata lain harus tetap diproduktifkan.

Pertanyaannya, apakah Indonesia mengenal wakaf?

Jawabannya, YES! Indonesia sudah mengenal wakaf sejak lama. Dulu, wakaf yang banyak dikenal masih seputar tanah yang diwakafkan untuk menjadi kuburan dan masjid. Padahal, peruntukan tanah wakaf mencakup banyak hal: sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sebagainya.

Perkembangan wakaf di Indonesia pun semakin diperkuat dengan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf serta saat pembentukan Badan Wakaf Indonesia (BWI) pada tahun 2007. Dan melihat rekam jejak perjalanan wakaf di Indonesia, sudah banyak inovasi-inovasi yang dilakukan oleh BWI dan Organisasi Pengelola Wakaf (OPW) lainnya dalam memproduktifkan tanah wakaf yang diberikan oleh masyarakat.

Di bidang ekonomi, contohnya saja perkebunan yang dikelola oleh Wakaf Al Azhar di Ciseeng Bogor. Di atas tanah tersebut, akan ditanam pohon jabon dan singkong secara tumpang sari. Selain itu, ada juga rumah sewa yang dibangun di atas tanah wakaf seluas 679 meter persegi yang dikelola oleh Tabung Wakaf Indonesia Dompet Dhuafa (TWI-DD). Pemanfaatan tersebut membuat tanah wakaf menjadi produktif dan hasil keuntungannya dapat disalurkan di bidang sosial bagi para dhuafa.

RS AKA Sribhawono. Sumber: http://tabungwakaf.com

Di bidang kesehatan, sudah banyak rumah sakit atau klinik berbasis wakaf. Sebut saja salah satu contohnya fasilitas RS-AKA Sribhawono di Lampung Timur yang dikelola oleh TWI-DD. Rumah Sakit tersebut sudah beroperasi tahun 2017 silam dengan fasilitas kesehatan yang cukup lengkap. Masyarakat yang tidak mampu pun dapat  berobat dan menikmati semua fasilitas kesehatan tersebut dengan baik.

Wakaf juga sudah memberikan manfaatnya di bidang pendidikan. Salah satu contohnya bisa dilihat pada Pondok Pesantren Modern Gontor. Berkat wakaf yang dimiliki, kini Lembaga Wakaf Gontor telah mengelola aset tanah hingga lebih dari 200 hektar dan tersebar di Ngawi, Madiun, Ponorogo, Nganjuk, Kediri, Jombang, Lumajang, Jember, Banyuwangi, dan Trenggalek. Dengan manfaat yang diperoleh dari wakaf tersebut, Pesantren Gontor dapat mengelola sekolahnya dengan mandiri serta dapat menyediakan pendidikan terbaik bagi para santrinya dengan biaya sekolah yang terjangkau.

Suasana di Gontor. Sumber: https://www.gontor.ac.id

Melihat banyaknya karya-karya wakaf di Indonesia, dapat dikatakan bahwa negara ini sudah cukup bagus dalam hal pengelolaan wakaf. Selain karena didukung regulasi juga karena kerja-kerja nazhir yang professional dalam mengelola asetnya. Bayangkan saja, manajer investasi saja masih bisa rugi tetapi kalau nazhir harus super hati-hati karena syarat harta wakaf yang tidak boleh habis.

Namun, masih banyak tantangan-tantangan yang harus dihadapi oleh pengelola wakaf. Salah satunya adalah dengan memproduktifkan tanah wakaf yang tersebar di seluruh Indonesia. Menurut data Kemenag, tanah wakaf tersebar di 368.093 lokasi dan seluas 49.764,98 hektar. Untuk proses pemafaatannya, tanah-tanah tersebut harus didaftarkan untuk mendapatkan sertifikat. Sayangnya, baru 61,96% tanah yang sudah bersertifikat. Jika tidak memiliki sertifikat tanah tersebut tidak memiliki kekuatan hukum apabila di masa mendatang terdapat sengketa tanah.

Nah, bagaimana cara yang tepat untuk mengelola tanah wakaf agar lebih produktif?

Tiga cara untuk pengelolaan tanah wakaf. Sumber: Pribadi

Setidaknya, ada tiga cara yang dapat dilakukan oleh organiasi pengelola wakaf. Pertama, bekerja sama dengan pemerintah daerah (Pemda). Tujuan dari kerja sama ini adalah untuk mempermudah akses pendaftaran tanah wakaf. Saat semua tanah wakaf sudah tersertifikasi, maka proses pengelolaannya akan menjadi lebih mudah. Sejalan dengan itu, Pemda juga dapat memberikan anggaran untuk membantu memproduktifkan tanah wakaf tersebut.

Kedua, edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat umum untuk memberikan wakaf tunai yang dapat digunakan dalam proses pengelolaan tanah wakaf. Jika zakat membutuhkan nishab dan haul tertentu, maka wakaf tunai lebih mudah karena bisa kapan saja dan tidak ada batasan minimal uang yang diberikan. Oleh sebab itu, sebenarnya potensi dana wakaf yang ada di Indonesia itu sangatlah besar.

Ketiga, pemetaan peruntukan tanah wakaf yang tepat. Tentu, mengelola satu tanah wakaf saja tidaklah mudah padahal Indonesia memiliki ratusan ribu yang perlu dikelola. Oleh karena itu, kerjasama seluruh pihak terkait sangat dibutuhkan untuk pemetaan pemanfaatan tanah wakaf  agar dapat diproduktifkan dengan tepat guna. Bahkan, pemetaan tanah-tanah yang membutuhkan proses ruislag pun juga dapat dilakukan jika tanah wakaf  tersebut berada di lokasi yang sulit diakses.

Memang, tidak mudah melakukan ketiga hal tersebut dalam waktu singkat. Terdapat banyak hal yang harus dibenahi oleh semua pihak terkait dan masih dibutuhkan waktu yang relatif panjang. Tetapi, jika dulu wakaf dapat berjaya dan memberikan manfaat besar kepada masyarakatnya, maka kenapa sekarang tidak bisa? Kuncinya memang hanya satu yang perlu ditanamkan kepada para pengelola wakaf, apa yang telah disyariatkan oleh Allah, pasti akan selalu membawa kepada jalan kebaikan.

Depok, 23 Oktober 2019

Tulisan ini diikutsertakan di Kompetisi Blog Festival Literasi Zakat dan Wakaf 2019 yang diselenggarakan oleh bimasislam.kemenag.go.id dan literasizakatwakaf.com

Sumber:

www.bwi.go.id

www.siwak.kemenag.go.id/

www.instagram.com/literasizakatwakaf

www.lifeinsaudiarabia.net

hwww.gontor.ac.id/

www.dompetdhuafa.org

www.wakafalazhar.com

www.tabungwakaf.com

www.republika.co.id

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *