Kamu tahu kan, bahwa perempuan hidup dalam khayalannya?
Merasa semua akan berjalan persis seperti prasangkanya, hidup menari-nari dalam imajinasinya, atau terkadang dibuat semelankolis mungkin seolah-olah ia adalah tokoh protagonis yang sedang dipermainkan oleh nasib, yang akan diselamatkan oleh ksatria di ujung cahaya.
Tak jarang para perempuan itu akhirnya sadar bahwa itu hanyalah impian kosong: tak bernama dan tak ber sela, menertawakan seruang waktu yang telah ia buang hanya untuk berkhayal, sembari mengikis serpih pedih yang terlanjur menancap di hati.
Tapi apakah lalu para perempuan itu akan bangkit, menelusuri hidup lebih bijak, mengataskan logika untuk menebus waktu-waktu yang hilang?
Ah, jika dirimu menjawab iya, berarti kau tidak mengenal makhluk yang bernama perempuan. Ia seperti sebuah putaran yang abadi, tidak akan berhenti berkhayal dalam imajinasi terbaiknya. Ia sadar hidupnya adalah senda gurau yang semu, tapi ia juga tidak bisa berhenti untuk terus berkhayal, meski tahu bahwa ia harus jatuh berkali-kali saat menatap asa yang tak seperti prasangkanya.
Depok, 28 Juni 2016/24 Ramadhan 1437